Assalamu'alaikum kawan . . .
Apa kabar semua ???
hemm . . . sepertinya ada seberkas cahaya menyilaukan yang terpantul ke mukaku, apakah itu rona kebahagiaan dari Anda semua kawan ???
Alhamdulillah ya, sesuatu kalau gituuu . . hehe . . .
Melanjutkan artikel yang kemarin ya, kawan. Sebagaimana telah diterangkan dalam artikel sebelumnya bahwa pasangan Khadijah ra - Muhammad SAW dikaruniai 2 putra (yang meninggal di waktu kecil) dan 4 putri, yaitu Zainab, Ruqayyah, Ummu Kulsum dan Fatimah Az Zahra. Dan pada kesempatan ini, kita akan mempelajari figur tentang putri Beliau yang pertama terlebih dahulu, yaitu Zainab. Yuk mari . . . !!!
@_@
****
Zainab telah wafat sejak 15 abad yang lalu, tetapi dia meninggalkan kenangan terbaik dan menjadi contoh terbaik dalam hal kesetiaan sebagai istri, keikhlasan cinta dan ketulusan iman. Zainab dilahirkan pada tahun 30 setelah kelahiran Nabi SAW. Ketika mencapai usia perkawinan, bibinya, Halah binti Khuwailid, saudara Ummul Mu'minin Khadijah meminang untuk putranya, Abil Ash bin Rabi'. Semua pihak setuju dan ridha.
Apa kabar semua ???
hemm . . . sepertinya ada seberkas cahaya menyilaukan yang terpantul ke mukaku, apakah itu rona kebahagiaan dari Anda semua kawan ???
Alhamdulillah ya, sesuatu kalau gituuu . . hehe . . .
Melanjutkan artikel yang kemarin ya, kawan. Sebagaimana telah diterangkan dalam artikel sebelumnya bahwa pasangan Khadijah ra - Muhammad SAW dikaruniai 2 putra (yang meninggal di waktu kecil) dan 4 putri, yaitu Zainab, Ruqayyah, Ummu Kulsum dan Fatimah Az Zahra. Dan pada kesempatan ini, kita akan mempelajari figur tentang putri Beliau yang pertama terlebih dahulu, yaitu Zainab. Yuk mari . . . !!!
@_@
****
Zainab telah wafat sejak 15 abad yang lalu, tetapi dia meninggalkan kenangan terbaik dan menjadi contoh terbaik dalam hal kesetiaan sebagai istri, keikhlasan cinta dan ketulusan iman. Zainab dilahirkan pada tahun 30 setelah kelahiran Nabi SAW. Ketika mencapai usia perkawinan, bibinya, Halah binti Khuwailid, saudara Ummul Mu'minin Khadijah meminang untuk putranya, Abil Ash bin Rabi'. Semua pihak setuju dan ridha.
Zainab
binti Muhammad SAW diboyong ke rumah Abil Ash bin Rabi'. Ibnu Sa'ad
menyebutkan bahwa Abil Ash mengawini Zainab sebelum Nabi SAW diangkat
menjadi Nabi. Imam Adz-Dzahabi berkata : “Ini adalah jauh.”
Kemudian dia berkata : “Zainab masuk Islam dan hijrah 6 tahun
sebelum suaminya masuk Islam.”
Khadijah
pergi menemui kedua suami istri yang saling mencintai itu dan
mendoakan agar keduanya mendapatkan berkah. Kemudian dia melepas
kalungnya dan menggantungkannya ke leher Zainab sebagai hadiah bagi
pengantin. Perkawinan itu berlangsung sebelum turun wahyu kepada
ayahnya, Nabi SAW. Ketika cahaya Tuhannya menerangi bumi, Zainab pun
beriman. Akan tetapi Abil Ash tidak mudah meninggalkan agamanya. Maka
kedua suami istri itu merasa bahwa kekuatan yang lebih kuat dari
cinta mereka berusaha memisahkan antara keduanya. Abil Ash tetap
membangkang dan berkata : "Tidak akan tercapai tujuan di antara
kita, wahai Zainab, kecuali engkau tetap dalam agamamu dan aku tetap
dalam agamaku."
Adapun
Zainab, maka dia berkata : "Sabarlah, wahai suamiku, Engkau
tidak halal bagiku selama engkau tetap memeluk agama itu. Maka
serahkan aku kepada ayahku atau masuklah Islam bersamaku. Zainab
tidak akan menjadi milikmu sejak hari ini, kecuali bila engkau
beriman pada agama yang aku imani."
Pasangan
suami istri itu terdiam sebentar sambil merenung. Keduanya sadar
ketika terdengar suara yang membisikkan kepada keduanya : "Jika
agama memisahkan antara kedua jasad mereka, maka cinta mereka akan
tetap ada hingga keduanya dipersatukan oleh sebuah agama."
Hari-hari
berlalu dalam keadaan ini setelah Rasulullah SAW hijrah ke Madinah.
Pasukan Quraisy berangkat menuju Badr untuk memerangi Rasul SAW dan
di antara mereka terdapat Abil Ash bin Rabi', bukan untuk menyatakan
ke-Islamannya, tetapi untuk memerangi Rasul SAW. Situasi menjadi
kritis ketika Abil Ash jatuh menjadi tawanan di tangan kaum Muslimin
di bawah pimpinan Rasulullah SAW di Madinah. Kemudian kaum Quraisy
mengutus orang untuk menebus tawanan-tawanannya.
Zainab
pun mengirimkan harta dan sebuah kalung untuk menebus tawanannya,
Abil Ash bin Rabi'. Ketika Rasulullah SAW melihat kalung itu, beliau
merasa iba hatinya dan bersabda : "Jika kalian tidak keberatan
melepaskan tawanan dan mengembalikan harta miliknya, maka
lakukanlah."
Mereka menjawab : "Baiklah, wahai Rasulullah." Kemudian mereka melepaskannya dan mengembalikan harta milik Zainab. Di sini Rasulullah SAW mendapat janji dari Abil Ash untuk membebaskan Zainab dan mengembalikannya kepada beliau di Madinah.
Mereka menjawab : "Baiklah, wahai Rasulullah." Kemudian mereka melepaskannya dan mengembalikan harta milik Zainab. Di sini Rasulullah SAW mendapat janji dari Abil Ash untuk membebaskan Zainab dan mengembalikannya kepada beliau di Madinah.
Abil
Ash kembali ke Mekkah dan di dalam jiwanya terdapat gambaran yang
lebih cemerlang dari istri yang berbakti dan mulia ini. Maka dia
kembali bukan untuk berterima kasih atas kebaikan Zainab kepadanya,
akan tetapi untuk berkata kepadanya : "Kembalilah kepada ayahmu,
wahai Zainab."
Dia
telah memenuhi janjinya kepada Rasulullah SAW untuk membiarkan Zainab
pergi kepada Nabi SAW. Abil Ash tidak kuasa menahan tangisnya dan
tidak dapat mengantarkannya ke tepi dusun di luar Mekkah, di mana
telah menunggu Zaid bin Haritsah dan seorang laki-laki Anshor.
Bagaimana
dia mampu melepaskan orang yang dicintainya, sedang dia mengetahui
bahwa, itu merupakan perpisahan terakhir selama kekuasaan agama ini
berdiri di antara kedua hati dan masing-masing berpegang pada
agamanya. Abil Ash berkata kepada saudaranya, Kinanah bin Rabi' :
"Hai, Saudaraku, tentulah engkau mengetahui kedudukannya dalam
jiwaku. Aku tidak menginginkan seorang wanita Quraisy di sampingnya
dan engkau tentu tahu bahwa aku tidak sanggup meninggalkannya. Maka
temanilah dia menuju tepi dusun, di mana telah menungggu dua utusan
Muhammad. Perlakukanlah dia dengan lemah lembut dalam perjalanan dan
perhatikanlah dia sebagaimana engkau memperhatikan wanita-wanita
terpelihara. Lindungilah dia dengan panahmu hingga anak panah yang
penghabisan."
Di
saat Zainab sedang bersiap-siap untuk menyusul ayahnya, datanglah
Hind binti Utbah, menemuinya, dan dia berkata : "Wahai, putri
Muhammad, aku mendengar bahwa engkau akan menyusul ayahmu !"
Zainab menjawab : "Aku tidak ingin melakukannya."
Hind
berkata : "Wahai putri pamanku, jangan engkau lakukan. Jika
engkau mempunyai keperluan akan suatu barang yang menjadi bekal dalam
perjalananmu atau harta yang hendak engkau sampaikan kepada ayahmu,
maka aku akan memenuhi keperluanmu. Maka janganlah engkau segan
kepadaku, karena sesuatu yang masuk di antara orang-orang lelaki
tidaklah masuk di antara orang-orang wanita."
Zainab
berkata : "Demi Allah, aku tidak melihatnya mengatakan hal itu,
kecuali untuk melakukannya, tetapi aku takut kepadanya. Maka aku
menyangkal bahwa aku akan pergi dan aku pun bersiap-siap."
Setelah
menyelesaikan persiapannya, iparnya, Kinanah bin Rabi' menyerahkan
kepada Zainab seekor unta, lalu dinaikinya. Kinanah mengambil busur
dan anak panahnya. Kemudian dia keluar membawa Zainab diwaktu siang
dan Zainab duduk di dalam pelangkinnya, sementara Kinanah menuntun
untanya.
Akan
tetapi, apakah Quraisy membiarkannya keluar setelah mereka mengalami
kekalahan di Badr ?
Bagaimana dia boleh keluar sementara orang-orang
melihat dan mendengarnya ?
Tidak...sekali
lagi tidak !
Banyak
orang laki-laki Quraisy telah membicarakan hal itu. Maka keluarlah
mereka untuk mencarinya hingga mereka berhasil menyusul di Dzi
Thuwa. Yang pertama kali menemukannya adalah Habbar bin Aswad bin
Muththalib dan Nafi' bin Abdul Qais. Habbar menakutinya dengan
tombak. Di saat itu Zainab berada di dalam pelangkinnya dan dia
sedang dalam keadaan hamil. Ketika pulang, dia mengalami keguguran
kandungannya.
Iparnya
marah dan berkata kepada para penyerang : "Demi Allah, tidak
seorang pun yang mendekat kepadaku, melainkan aku akan memanahnya."
Maka
orang-orang bubar meninggalkannya. Abu Sufyan bersama rombongan
Quraisy datang kepadanya dan berkata : "Hai, orang laki-laki,
tahanlah panahmu hingga aku berbicara kepadamu."
Maka Kinanah
menahan panahnya. Abu Sufyan datang menghampirinya dan berkata :
"Tindakanmu tidak tepat. Engkau keluar membawa wanita secara
terang-terangan di hadapan orang banyak. Sesungguhnya hal itu
menunjukkan kehinaan yang menimpa kita akibat musibah dan bencana
yang telah kita alami sebelumnya. Sesungguhnya hal itu menunjukkan
kelemahan kita. Demi umurku, kami tidak perlu mencegahnya untuk pergi
kepada ayahnya. Kami tidak ingin membalas dendam, tetapi kembalikan
wanita itu."
Tatkala
suara sudah reda, Kinanah membawa Zainab pada waktu malam, lalu
menyerahkannya kepada Zaid bin Haritsah dan temannya. Keduanya pergi
mengantarkan Zainab kepada Rasulullah SAW. Suami istri jadi berpisah.
Tidak ada jalan untuk bertemu. Abil Ash tinggal di Makkah menyendiri
dengan pikiran kacau dan hati terluka. Zainab pun tinggal di Madinah
dengan badan yang sakit dan hati yang lemah. Kalau saja bukan karena
iman dan takwa yang menguatkan tekadnya, tentu dia lekas mati dan
tidak dapat bertemu.
Tahun
demi tahun berlalu, Abil Ash keluar bersama kafilah dagangnya menuju
Syam. Dalam perjalanan pulang dia berjumpa pasukan Rasulullah SAW
yang berhasil merampas hartanya, akan tetapi dia bisa lolos. Dia
telah kehilangan hartanya dan harta titipan orang banyak. Abil Ash
tidak dapat mengembalikan barang-barang titipan itu kepada para
pemiliknya. Maka apa yang harus dilakukannya ?
Dia
teringat Zainab yang memberinya imbalan berupa cinta dan kesetiaan.
Maka Abil Ash memasuki Madinah pada waktu malam dan mohon kepada
Zainab agar melindungi dan membantunya untuk mengembalikan hartanya.
Maka Zainab pun melindunginya. Orang-orang berlari ke masjid
Rasulullah SAW, bertakbir bersama kaum Muslimin. Tiba-tiba terdengar
suara teriakan di belakang dinding : "Hai, orang-orang, aku
telah melindungi Abil Ash bin Rabi'. Dia dalam lindungan dan
jaminanku." Ternyata, Zainablah yang berseru itu.
Rasulullah
SAW menyelesaikan shalatnya, lalu beliau menemui orang banyak dan
bersabda : "Wahai, orang-orang, apakah kalian mendengar apa yang
aku dengar ? Sesungguhnya serendah-rendah orang Muslim adalah dapat
memberi perlindungan."
Kemudian
beliau masuk menemui putrinya dan berbicara kepadanya, Nabi SAW
berpesan : "Wahai, putriku, muliakanlah tempatnya dan jangan
sampai dia lolos kepadamu, karena engkau tidak halal baginya selama
dia masih musyrik."
Nabi
SAW terkesan melihat kesetiaan putrinya kepada suaminya yang
ditinggalkan dan dia putuskan hubungan syahwat dengannya karena
perintah Allah SWT.
Di
samping itu, Zainab pun masih tetap memberinya kebaktian, kesetiaan
dan pertolongan yaitu kebaktian sebagai wanita muslim, kesetiaan
sebagai teman dan pertolongan sebagai manusia. Abil Ash mendapatkan
dari Nabi SAW apa yang didengar dan diketahuinya, sehingga dia
menyembunyikan dalam hatinya harapan kepada Allah. Kemudian, Nabi SAW
mengutus orang kepada pasukan yang merampas harta Abil Ash.
Beliau
berkata : "Sesungguhnya kalian telah mengetahui kedudukan orang
ini terhadap kami. Kalian telah merampas hartanya. Jika kalian
berbuat baik kepadanya dan mengembalikan hartanya, maka kami menyukai
hal itu. Jika kalian menolak, maka itu adalah fai' dari Allah yang
diberikan- Nya kepada kalian dan kalian lebih berhak atasnya."
Mereka
berkata : "Kami akan mengembalikannya kepada Abil Ash."
Beberapa orang di antara mereka berkata : "Hai, Abil Ash, maukah
engkau masuk Islam dan mengambil harta benda ini, karena semua ini
milik orang-orang musyrik ?"
Abil
Ash menjawab :"Sungguh buruk awal Islamku, jika aku mengkhianati
amanatku."
Maka
mereka mengembalikan harta itu kepadanya demi kemuliaan Rasulullah
SAW dan sebagai penghormatan kepada Zainab. Laki-laki itu pun kembali
ke Mekkah dengan membawa hartanya dan harta orang banyak. Jiwanya
dipenuhi berbagai makna dan di antara kedua matanya terlihat gambaran
yang tidak meninggalkannya.
Setelah
mengembalikan harta kepada pemiliknya masing-masing, Abil Ash berdiri
dan berkata : "Wahai, kaum Quraisy, apakah masih ada harta
seseorang di antara kalian padaku ?"
Mereka
menjawab : "Tidak. Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan. Kami
telah mendapati kamu seorang yang jujur dan mulia."
Abil
Ash berkata :"Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan
bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya. Demi Allah, tiada yang
menghalangi aku masuk Islam di hadapannya, kecuali karena aku
khawatir mereka menyangka aku ingin makan harta kalian. Setelah Allah
menyampaikannya kepada kalian dan aku selesai membagikannya, maka aku
masuk Islam."
Asy-Sya'bi
berkata : "Zainab masuk Islam dan hijrah, kemudian Abil Ash
masuk Islam sesudah itu, dan Islam tidak memisahkan antara keduanya."
[Adz-Dzahabi, "Siyar A'laamin Nubala'.
Demikian
pula kata Qatadah, dia berkata : "Kemudian diturunkan surah
Baro'ah sesudah itu. Maka, jika ada seorang wanita masuk Islam
sebelum suaminya, dia hanya boleh mengawininya dengan nikah baru."
Abil
Ash keluar dari Mekkah, hijrah menuju Madinah dengan mendapat
petunjuk iman dan keyakinan. Suami istri yang saling mencintai
bertemu untuk kedua kalinya setelah lama berpisah. Akan tetapi istri
yang setia itu telah menunaikan kewajiban dan menyelesaikan urusan
dunianya ketika menyadarkan laki-laki yang dicintainya serta memenuhi
hak suaminya sesuai dengan kadar cintanya kepada suami. Tidak lama
setelah pertemuan itu, Zainab meninggal dunia.
Zainab
meninggal dunia pada tahun 8 Hijriah dan Rasulullah SAW sangat sedih
atas kepergiannya. Zainab meninggal dunia setelah meninggalkan
kenangan terbaik. Dia telah menjadi contoh terbaik dalam hal
kesetiaan istri, keikhlasan cinta dan kebenaran iman. Tidaklah
mengherankan apabila suaminya berkata dalam suatu perjalanannya ke
Syam : "Putri Al-Amiin, semoga Allah membalasnya dengan kebaikan
dan setiap suami akan memuji sesuai dengan yang diketahuinya."
Sumber : http://alhakimbestari.org/pdf/28-ISTERI DAN ANAK NABI MUHAMMAD.pdf
Sumber : http://alhakimbestari.org/pdf/28-ISTERI DAN ANAK NABI MUHAMMAD.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar