Kamis, 08 Desember 2011

Hukum Menggugurkan Kandungan (Aborsi)


Oleh:

Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan hafizhahullaah



Wahai muslimah!


Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menciptakan makhluk di dalam rahimmu melalui kehamilan, sebagai amanat syar’i bagimu dan merupakan sunnatullah. Untuk itu, janganlah kamu tutup-tutupi amanat tersebut, sebagaimana firman-Nya:

    [وَلا يَحِلُّ لَهُنَّ أَنْ يَكْتُمْنَ مَا خَلَقَ اللهُ فِيْ أَرْحَامِهِنَّ إِنْ كُنَّ يُؤْمِنَّ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ. [البقرة:٢٢٨

“Dan tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan Hari Akhirat.” (Al-Baqarah: 228)

Janganlah kamu mencari alasan untuk menggugurkan kandunganmu dan menghindar darinya dengan cara apapun, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan keringanan padamu dengan berbuka di bulan Ramadhan, bilamana puasa itu menyusahkan dirimu atau puasa dapat membahayakan kehamilanmu. Sungguh perbuatan aborsi (menggugurkan kandungan) tidak asing lagi di zaman ini. Padahal perbuatan ini adalah perbuatan yang diharamkan!


Apabila ruh (nyawa) telah ditiupkan ke dalam kandungan (janin) itu kemudian mati karena aborsi, maka hal itu merupakan pembunuhan yang diharamkan oleh Allah dan termasuk pembunuhan jiwa tanpa hak. Ini termasuk dalam rangkaian Hukum Pertanggungjawaban Pidana, pihak yang telah melakukan pembunuhan berkewajiban membayar diyat sesuai perincian ketentuan yang ada.

Menurut sebagian imam, seseorang yang membunuh (janin) berkewajiban membayar kafarat yaitu dengan memerdekakan budak (perempuan) yang mukmin, jika tidak mendapatkannya, maka berpuasa selama 2 bulan berturut-turut. Sebab sebagian ulama menyamakan perbuatan ini dengan al-ma’udatu ash-shughra (bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup).

Syaikh Muhammad bin Ibrahim rahimahullâh berkata di dalam Majmu’ Al-Fatawa (11/151): “Adapun usaha untuk menggugurkan kandungan, maka hal itu tidak boleh, karena belum ada hak kematiannya. Namun jika ia sudah pasti mati, maka diperbolehkan.”

Di dalam keputusan Majelis Ulama Besar No. 140, 20-6-1407H tentang permasalahan pengguguran kandungan (aborsi) disebutkan:

  1. Tidak boleh menggugurkan kandungan dalam berbagai usia, kecuali ada sebab (alasan) syar’i yang dibenarkan dan dengan ketentuan yang sangat ketat sekali.

  2. Apabila usia kandungan berada di masa pertama yaitu 40 hari, sedangkan pengguguran adalah maslahah syar’iyyah atau untuk mencegah bahaya, maka diperbolehkan menggugurkannya. Namun pengguguran pada masa sekarang karena (alasan) takut akan kesulitan dalam mendidik anak, atau takut akan kelemahan (kekurangan) dalam memenuhi kebutuhan hidup dan mengasuhnya, atau karena berkaitan dengan masa depan mereka, atau karena tidak ada kesanggupan bagi suami istri untuk mencukupi kebutuhan hidup anak-anaknya, maka hal-hal tersebut tidak diperbolehkan (dijadikan sebagai illat (alasan), pent.).

  3. Tidak diperbolehkan menggugurkan kandungan, walaupun kandungan itu baru berbentuk ‘alaqah (segumpal darah) atau mudghah (segumpal daging), sampai diputuskan oleh tim dokter yang dipercaya bahwa kelanjutannya akan membahayakan, seperti bila diteruskan mengakibatkan kematian bagi sang ibu, maka boleh menggugurkan kandungan, itu pun setelah mencari berbagai cara untuk menghindari bahaya tersebut.

  4. Setelah masa ketiga dan telah sempurna 4 bulan usia kandungan, tidak diperbolehkan penggugurannya sampai diputuskan oleh tim dokter spesialis yang dipercaya, bahwa adanya janin di dalam perut ibunya (akan) menyebabkan kematian (ibu)-nya dan hal itu setelah berupaya mencari berbagai cara untuk menyelamatkan hidupnya. Maka keringanan dalam mendahulukan pengguguran dengan syarat-syarat ini adalah mencegah yang lebih besar dari dua bahaya dan menghimpun yang lebih besar dari dua maslahat.

Diharapkan tim dokter yang ada -dalam setiap keputusannya- agar berlandaskan (wasiat) takwa kepada Allah dan berkeyakinan bahwa Allahlah yang Mahabenar dan semoga shalawat dan salam Allah limpahkan atas Nabi kita Muhammad, keluarga dan shahabatnya.

Dijelaskan di dalam Risalatu Ad-Dima’i Ath-Thabi’iyah lin-Nisa’ (Risalah Darah-darah Alami bagi Wanita) karya Fadhilatusy Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin:

“Apabila yang dimaksudkan pengguguran janin ini adalah penghilangannya, maka jika dilakukan setelah ruh (nyawa) ditiupkan ke dalamnya adalah haram tanpa keraguan, sebab termasuk pembunuhan jiwa tanpa hak. Dan pembunuhan jiwa yang diharamkan adalah haram menurut Al-Qur’an, As-Sunnah dan Ijma’ ulama.” Lihat hal. 60, dari risalah tersebut.

Imam Ibnul Qayyim Al-Jauzi berkata di dalam kitab Ahkamu An-Nisaa’ (halaman 108-109) pada judul Nikah Adalah Upaya untuk Melestarikan Keturunan:

“Dan tidak setiap air (yang memancar, pent.) menjadi anak, maka apabila bertemu (kawin) telah sampailah pada apa yang dimaksud. Sedangkan keyakinan terhadap pengguguran adalah bertentangan dengan maksud tujuannya.

Apabila aborsi dilakukan di awal kehamilan -yakni sebelum ruh (nyawa) ditiupkan ke dalam (janin) tersebut- adalah dosa besar. Karena ia akan menginjak pada tahap penyempurnaan yang kemudian berlanjut kepada penyelesaian, kecuali bahwa hal tersebut lebih kecil dosa (besar)-nya daripada yang telah ditiupkan ruh (nyawa) ke dalamnya. Maka keyakinan pengguguran terhadap janin yang telah ada ruh di dalamnya adalah sama seperti pembunuhan terhadap seorang mukmin. Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman:

   [وَإِذَا الْمَوْءُوْدَةُ سُئِلَتْ. بِأَيِّ ذَنْبٍ قُتِلَتْ. [التكوير: ٨-٩

“Dan apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya karena dosa apakah dia dibunuh.” (At-Takwir: 8-9)

Adapun keterangan mengenai  ruh ditiupkannya ke janin adalah setelah berlalu 120 hari. Dalilnya adalah sebuah hadits yang datang dari seorang shahabat bernama 'Abdullah bin Mas'ud radhiallahu 'anhu, di mana beliau berkata :

حدثنا رسول الله صلى الله عليه وسلم وهو الصادق المصدوق قال : ( إن أحدكم يُجمع خلقه في بطن أمه أربعين يوما نطفةً ، ثم يكون علقةً مثل ذلك ، ثم يكون مضغةً مثل ذلك ، ثم يُرسل إليه الملك فينفخ فيه الروح ، ويُؤمر بأربع كلمات : بكتب رزقه ، وأجله ، وعمله ، وشقي أم سعيد

"Telah menceritakan kepada kami Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, dan beliau adalah yang selalu benar (jujur) dan dibenarkan. Beliau bersabda (yang artinya)

"Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan kejadiannya dalam rahim ibunya selama 40 hari berupa nuthfah. Kemudian menjadi segumpal darah selama itu juga (40 hari), kemudian menjadi gumpalan seperti sekerat daging selama itu pula. Kemudian diutus kepadanya seorang Malaikat, lalu ia meniupkan ruh kepadanya dan ditetapkan empat perkara; penentuan rezekinya, ajalnya, amalnya, sengsara atau bahagia." (HR. Bukhari 6/303 -Fathul Bari dan Muslim 2643, shahih)

Berita Nubuwwah di atas mengabarkan bahwa proses perubahan janin anak manusia berlangsung selama 120 hari dalam tiga bentuk yang tiap-tiap bentuk berlangsung selama 40 hari. Yakni 40 hari pertama sebagai nuthfah, 40 hari kedua dalam bentuk segumpal darah, dan 40 hari ketiga dalam bentuk segumpal daging. Setelah berlalu 120 hari, Allah perintahkan seorang Malaikat untuk meniupkan ruh dan menuliskan untuknya 4 perkara di atas.

Maka, takutlah kamu kepada Allah, wahai wanita muslimah! Janganlah kamu dahulukan atas dosa (pelanggaran) ini karena maksud-maksud tertentu. Janganlah kamu membohongi dengan alasan-alasan yang menyesatkan dan ikut-ikutan tanpa dasar yang tidak berlandas pada akal ataupun agama.”

(Dinukil dari تنبهات على أحكام تختص بالمؤمنات (Panduan Fiqih Praktis bagi Wanita) karya Syaikh Shalih bin Fauzan bin ‘Abdullah Al-Fauzan, sub judul: Hukum Aborsi, hal. 45-49, penerjemah: Muhtadin Abrori, editor: Ayip Syafrudin & Abu Ziyad ‘Abdullah Majid, penerbit: Pustaka Sumayyah Pekalongan, cet. ketiga Jumadil Awwal 1428H/Juni 2007M)


Sumber : http://al-karawanjy.blogspot.com/2011/11/hukum-menggugurkan-kandungan-aborsi.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar