Dengan panjang lebar ibu menjelaskan, sebenarnya sejak ada dalankandungan aku telah dijodohkan dengan Raihana yang tak pernah kukenal."Ibunya Raihana adalah teman karib ibu waktu nyantri di pesantrenMangkuyudan Solo dulu"kata ibu.
"Kami pernah berjanji, jika dikarunia anak berlainan jenis akanbesanan untuk memperteguh tali persaudaraan. Karena itu ibu mohonkeikhlasanmu" , ucap beliau dengan nada mengiba.
Dalam pergulatan jiwa yang sulit berhari-hari, akhirnya aku pasrah.Aku menuruti keinginan ibu. Aku tak mau mengecewakan ibu. Aku inginmenjadi mentari pagi dihatinya, meskipun untuk itu aku harusmengorbankan diriku.
Dengan hati pahit kuserahkan semuanya bulat-bulat pada ibu. Meskipun sesungguhnya dalam hatiku timbul kecemasan-kecemasan yang datang begitusaja dan tidak tahu alasannya. Yang jelas aku sudah punya kriteria danimpian tersendiri untuk calon istriku. Aku tidak bisa berbuat apa-apaberhadapan dengan air mata ibu yang amat kucintai. Saat khitbah(lamaran) sekilas kutatap wajah Raihana, benar kata Aida adikku, iamemang baby face dan anggun.
Namun garis-garis kecantikan yang kuinginkan tak kutemukan sama sekali.Adikku, tante Lia mengakui Raihana cantik, "cantiknya alami, bisa jadibintang iklan Lux lho, asli ! kata tante Lia. Tapi penilaianku lain,mungkin karena aku begitu hanyut dengan gadis-gadis Mesir titisanCleopatra, yang tinggi semampai, wajahnya putih jelita, dengan hidungmelengkung indah, mata bulat bening khas arab, dan bibir yang merah. Dihari-hari menjelang pernikahanku, aku berusaha menumbuhkan bibit-bibitcintaku untuk calon istriku, tetapi usahaku selalu sia-sia.
Aku ingin memberontak pada ibuku, tetapi wajah teduhnyameluluhkanku. Hari pernikahan datang. Duduk dipelaminan bagai mayathidup, hati hampa tanpa cinta, Pestapun meriah dengan emapt grouprebana. Lantunan shalawat Nabipun terasa menusuk-nusuk hati. KulihatRaihana tersenyum manis, tetapi hatiku terasa teriris-iris dan jiwakumeronta. Satu-satunya harapanku adalah mendapat berkah dari Allah SWTatas baktiku pada ibuku yang kucintai.Rabbighfir li wa liwalidayya!
Layaknya pengantin baru, kupaksakan untuk mesra tapi bukan cinta,hanya sekedar karena aku seorang manusia yang terbiasa membacaayat-ayatNya.Raihana tersenyum mengembang, hatiku menangisi kebohonganku dankepura-puraanku. Tepat dua bulan Raihana kubawa ke kontrakan dipinggirkota Malang.
Mulailah kehidupan hampa. Aku tak menemukan adanya gairah. Betapasusah hidup berkeluarga tanpa cinta. Makan, minum, tidur, dan shalatbersama dengan makhluk yang bernama Raihana, istriku, tapi Masya Allahbibit cintaku belum juga tumbuh. Suaranya yang lembut terasa hambar,wajahnya yang teduh tetap terasa asing. Memasuki bulan keempat, rasamuak hidup bersama Raihana mulai kurasakan, rasa ini muncul begitusaja. Aku mencoba membuang jauh-jauh rasa tidak baik ini, apalagi padaistri sendiri yang seharusnya kusayang dan kucintai. Sikapku padaRaihana mulai lain. Aku lebih banyak diam, acuh tak acuh, agak sinis,dan tidur pun lebih banyak di ruang tamu atau ruang kerja.
Aku merasa hidupku ada lah sia-sia, belajar di luar negeri sia-sia, pernikahanku sia-sia, keberadaanku sia-sia.
Tidak hanya aku yang tersiksa, Raihanapun merasakan hal yang sama,karena ia orang yang berpendidikan, maka diapun tanya, tetapi kujawab "tidak apa-apa koq mbak, mungkin aku belum dewasa, mungkin masih harusbelajar berumah tangga" Ada kekagetan yang kutangkap diwajah Raihanaketika kupanggil 'mbak', " kenapa mas memanggilku mbak, aku kanistrimu, apa mas sudah tidak mencintaiku" tanyanya dengan guratan wajahyang sedih. "wallahu a'lam" jawabku sekenanya. Dengan mata berkaca-kacaRaihana diam menunduk, tak lama kemudian dia terisak-isak sambilmemeluk kakiku, "Kalau mas tidak mencintaiku, tidak menerimaku sebagaiistri kenapa mas ucapkan akad nikah?
Kalau dalam tingkahku melayani mas masih ada yang kurang berkenan,kenapa mas tidak bilang dan menegurnya, kenapa mas diam saja, aku harusbersikap bagaimana untuk membahagiakan mas, kumohon bukalah sedikithatimu untuk menjadi ruang bagi pengabdianku, bagi menyempurnakanibadahku didunia ini". Raihana mengiba penuh pasrah. Aku menangismenitikan air mata buka karena Raihana tetapi karena kepatunganku. Hariterus berjalan, tetapi komunikasi kami tidak berjalan. Kami hidupseperti orang asing tetapi Raihana tetap melayaniku menyiapkansegalanya untukku.
Suatu sore aku pulang mengajar dan kehujanan, sampai dirumah habismaghrib, bibirku pucat, perutku belum kemasukkan apa-apa kecualisegelas kopi buatan Raihana tadi pagi, Memang aku berangkat pagi karenaada janji dengan teman. Raihana memandangiku dengan khawatir. "Mastidak apa-apa" tanyanya dengan perasaan kuatir. "Mas mandi dengan airpanas saja, aku sedang menggodoknya, lima menit lagi mendidih"lanjutnya. Aku melepas semua pakaian yang basah. "Mas airnya sudahsiap" kata Raihana. Aku tak bicara sepatah katapun, aku langsung kekamar mandi, aku lupa membawa handuk, tetapi Raihana telah berdirididepan pintu membawa handuk. "Mas aku buatkan wedang jahe" Aku diamsaja. Aku merasa mulas dan mual dalam perutku tak bisa kutahan.
Dengan cepat aku berlari ke kamar mandi dan Raihana mengejarku danmemijit-mijit pundak dan tengkukku seperti yang dilakukan ibu. " Masmasuk angin. Biasanya kalau masuk angin diobati pakai apa, pakaibalsam, minyak putih, atau jamu?" Tanya Raihana sambil menuntunku kekamar. "Mas jangan diam saja dong, aku kan tidak tahu apa yang haruskulakukan untuk membantu Mas". " Biasanya dikerokin" jawabku lirih. "Kalau begitu kaos mas dilepas ya, biar Hana kerokin" sahut Raihanasambil tangannya melepas kaosku. Aku seperti anak kecil yang dimanjaibunya. Raihana dengan sabar mengerokin punggungku dengan sentuhantangannya yang halus. Setelah selesai dikerokin, Raihana membawakankusemangkok bubur kacang hijau. Setelah itu aku merebahkan diri di tempattidur. Kulihat Raihana duduk di kursi tak jauh dari tempat tidur sambilmenghafal Al Quran dengan khusyu. Aku kembali sedih dan ingin menangis,Raihana manis tapi tak semanis gadis-gadis mesir titisan Cleopatra.
Dalam tidur aku bermimpi bertemu dengan Cleopatra, ia mengundangkuuntuk makan malam di istananya." Aku punya keponakan namanya Mona Zaki,nanti akan aku perkenalkan denganmu" kata Ratu Cleopatra. " Diamemintaku untuk mencarikannya seorang pangeran, aku melihatmu cocok danberniat memperkenalkannya denganmu". Aku mempersiapkan segalanya. Tepatpuku 07.00 aku datang ke istana, kulihat Mona Zaki dengan pakaianpengantinnya, cantik sekali. Sang ratu mempersilakan aku duduk di kursiyang berhias berlian.
Aku melangkah maju, belum sempat duduk, tiba-tiba " Mas, bangun,sudah jam setengah empat, mas belum sholat Isya" kata Raihanamembangunkanku. Aku terbangun dengan perasaan kecewa. " Maafkan akuMas, membuat Mas kurang suka, tetapi Mas belum sholat Isya" lirih Hanasambil melepas mukenanya, mungkin dia baru selesai sholat malam.Meskipun cuman mimpi tapi itu indah sekali, tapi sayang terputus. Akujadi semakin tidak suka sama dia, dialah pemutus harapanku danmimpi-mimpiku. Tapi apakah dia bersalah, bukankah dia berbuat baikmembangunkanku untuk sholat Isya.
Selanjutnya aku merasa sulit hidup bersama Raihana, aku tidak tahudari mana sulitnya. Rasa tidak suka semakin menjadi-jadi. Akubenar-benar terpenjara dalam suasana konyol. Aku belum bisa menyukaiRaihana. Aku sendiri belum pernah jatuh cinta, entah kenapa bisadijajah pesona gadis-gadis titisan Cleopatra.
" Mas, nanti sore ada acara qiqah di rumah Yu Imah. Semua keluargaakan datang termasuk ibundamu. Kita diundang juga. Yuk, kita datangbareng, tidak enak kalau kita yang dieluk-elukan keluarga tidak datang"Suara lembut Raihana menyadarkan pengembaraanku pada Jaman Ibnu Hazm.Pelan-pelan ia letakkan nampan yang berisi onde-onde kesukaanku dansegelas wedang jahe.
Tangannya yang halus agak gemetar. Aku dingin-dingin saja. "Maaf..maaf jika mengganggu Mas, maafkan Hana," lirihnya, laluperlahan-lahan beranjak meninggalkan aku di ruang kerja. " Mbak! Ehmaaf, maksudku D..Din..Dinda Hana!, panggilku dengan suara parautercekak dalam tenggorokan. " Ya Mas!"sahut Hana langsung menghentikan langkahnya dan pelan-pelanmenghadapkan dirinya padaku. Ia berusaha untuk tersenyum, agaknya iabahagia dipanggil "dinda". " Matanya sedikit berbinar. "Te..terimakasih Di..dinda, kita berangkat bareng kesana, habis sholat dhuhur,insya Allah," ucapku sambil menatap wajah Hana dengan senyum yangkupaksakan.
Raihana menatapku dengan wajah sangat cerah, ada secercah senyumbersinar dibibirnya. " Terima kasih Mas, Ibu kita pasti senang, maupakai baju yang mana Mas, biar dinda siapkan? Atau biar dinda saja yangmemilihkan ya?".Hana begitu bahagia.
Perempuan berjilbab ini memang luar biasa, Ia tetap sabarmencurahkan bakti meskipun aku dingin dan acuh tak acuh padanya selamaini. Aku belum pernah melihatnya memasang wajah masam atau tidak sukapadaku. Kalau wajah sedihnya ya. Tapi wajah tidak sukanya belum pernah.Bah, lelaki macam apa aku ini, kutukku pada diriku sendiri. Akumemaki-maki diriku sendiri atas sikap dinginku selama ini., Tapi,setetes embun cinta yang kuharapkan membasahi hatiku tak juga turun.Kecantikan aura titisan Cleopatra itu? Bagaimana aku mengusirnya. Akumerasa menjadi orang yang paling membenci diriku sendiri di dunia ini.
Acara pengajian dan qiqah putra ketiga Fatimah kakak sulung Raihanamembawa sejarah baru lembaran pernikahan kami. Benar dugaan Raihana,kami dielu-elukan keluarga, disambut hangat, penuh cinta, dan penuhbangga. "
Selamat datang pengantin baru! Selamat datang pasangan yang palingideal dalam keluarga! Sambut Yu Imah disambut tepuk tangan bahagiamertua dan bundaku serta kerabat yang lain. Wajah Raihana cerah.Matanya berbinar-binar bahagia. Lain dengan aku, dalam hatiku menangisdisebut pasangan ideal.
Apanya yang ideal. Apa karena aku lulusan Mesir dan Raihana lulusanterbaik dikampusnya dan hafal Al Quran lantas disebut ideal? Idealbagiku adalah seperti Ibnu Hazm dan istrinya, saling memiliki rasacinta yang sampai pada pengorbanan satu sama lain. Rasa cinta yangtidak lagi memungkinkan adanya pengkhianatan. Rasa cinta yang daridetik ke detik meneteskan rasa bahagia.
Tapi diriku? Aku belum bisa memiliki cinta seperti yang dimiliki Raihana.Sambutan sanak saudara pada kami benar-benar hangat. Aku dibuat kagetoleh sikap Raihana yang begitu kuat menjaga kewibawaanku di matakeluarga. Pada ibuku dan semuanya tidak pernah diceritakan, kecualimenyanjung kebaikanku sebagai seorang suami yang dicintainya. Bahkan iamengaku bangga dan bahagia menjadi istriku. Aku sendiri dibuat pusingdengan sikapku. Lebih pusing lagi sikap ibuku dan mertuaku yangmenyindir tentang keturunan. " Sudah satu tahun putra sulungku menikah,koq belum ada tanda-tandanya ya, padahal aku ingin sekali menimangcucu" kata ibuku. " Insya Allah tak lama lagi, ibu akan menimang cucu,doakanlah kami. Bukankah begitu, Mas?" sahut Raihana sambil menyikutlenganku, aku tergagap dan mengangguk sekenanya.
Setelah peristiwa itu, aku mencoba bersikap bersahabat denganRaihana. Aku berpura-pura kembali mesra dengannya, sebagai suamibetulan. Jujur, aku hanya pura-pura. Sebab bukan atas dasar cinta, danbukan kehendakku sendiri aku melakukannya, ini semua demi ibuku. AllahMaha Kuasa. Kepura-puraanku memuliakan Raihana sebagai seorang istri.Raihana hamil. Ia semakin manis.
Keluarga bersuka cita semua. Namun hatiku menangis karena cinta takkunjung tiba. Tuhan kasihanilah hamba, datangkanlah cinta itu segera.Sejak itu aku semakin sedih sehingga Raihana yang sedang hamil tidakkuperhatikan lagi. Setiap saat nuraniku bertanya" Mana tanggungjawabmu!" Aku hanya diam dan mendesah sedih. " Entahlah, betapa sulitaku menemukan cinta" gumamku.
Dan akhirnya datanglah hari itu, usia kehamilan Raihana memasukibulan ke enam. Raihana minta ijin untuk tinggal bersama orang tuanyadengan alasan kesehatan. Kukabulkan permintaanya dan kuantarkan diakerumahnya. Karena rumah mertua jauh dari kampus tempat aku mengajar,mertuaku tak menaruh curiga ketika aku harus tetap tinggal dikontrakan.Ketika aku pamitan, Raihana berpesan, " Mas untuk menambah biayakelahiran anak kita, tolong nanti cairkan tabunganku yang ada di ATM.Aku taruh dibawah bantal, no.pinnya sama dengan tanggal pernikahankita".
Setelah Raihana tinggal bersama ibunya, aku sedikit lega. Setiaphari Aku tidak bertemu dengan orang yang membuatku tidak nyaman. Entahapa sebabnya bisa demikian. Hanya saja aku sedikit repot, harusmenyiapkan segalanya.Tapi toh bukan masalah bagiku, karena aku sudah terbiasa saat kuliah di Mesir.
Waktu terus berjalan, dan aku merasa enjoy tanpa Raihana. Suatu saataku pulang kehujanan. Sampai rumah hari sudah petang, aku merasatubuhku benar-benar lemas. Aku muntah-muntah, menggigil, kepala pusingdan perut mual. Saat itu terlintas dihati andaikan ada Raihana, diapasti telah menyiapkan air panas, bubur kacang hijau, membantumengobati masuk angin dengan mengeroki punggungku, lalu menyuruhkuistirahat dan menutupi tubuhku dengan selimut. Malam itu akubenar-benar tersiksa dan menderita. Aku terbangun jam enam pagi. Badansudah segar. Tapi ada penyesalan dalam hati, aku belum sholat Isya danterlambat sholat subuh. Baru sedikit terasa, andaikan ada Raihana tentuaku ngak meninggalkan sholat Isya, dan tidak terlambat sholat subuh.
Lintasan Raihana hilang seiring keberangkatan mengajar di kampus.Apalagi aku mendapat tugas dari universitas untuk mengikuti pelatihanmutu dosen mata kuliah bahasa arab. Diantaranya tutornya adalahprofessor bahasa arab dari Mesir. Aku jadi banyak berbincang denganbeliau tentang mesir. Dalam pelatihan aku juga berkenalan dengan PakQalyubi, seorang dosen bahasa arab dari Medan. Dia menempuh S1-nya diMesir. Dia menceritakan satu pengalaman hidup yang menurutnya pahit danterlanjur dijalani. "Apakah kamu sudah menikah?" kata Pak Qalyubi."Alhamdulillah, sudah" jawabku. " Dengan orang mana?. " Orang Jawa". "Pasti orang yang baik ya. Iya kan? Biasanya pulang dari Mesir banyaksaudara yang menawarkan untuk menikah dengan perempuan shalehah. Palingtidak santriwati, lulusan pesantren. Istrimu dari pesantren?". "Pernah,alhamdulillah dia sarjana dan hafal Al Quran". " Kau sangat beruntung,tidak sepertiku". " Kenapa dengan Bapak?" " Aku melakukan langkah yangsalah, seandainya aku tidak menikah dengan orang Mesir itu, tentubatinku tidak merana seperti sekarang". " Bagaimana itu bisa terjadi?"."
Kamu tentu tahu kan gadis Mesir itu cantik-cantik, dank arenaterpesona dengan kecantikanya saya menderita seperti ini. Ceritanyabegini, Saya seorang anak tunggal dari seorang yang kaya, sayaberangkat ke Mesir dengan biaya orang tua. Disana saya bersama kakakkelas namanya Fadhil, orang Medan juga. Seiring dengan berjalannyawaktu, tahun pertama saya lulus dengan predkat jayyid, predikat yangcukup sulit bagi pelajar dari Indonesia.
Demikian juga dengan tahun kedua. Karena prestasi saya, tuan rumahtempat saya tinggal menyukai saya. Saya dikenalkan dengan anak gadisnyayang bernama Yasmin. Dia tidak pakai jilbab. Pada pandangan pertamasaya jatuh cinta, saya belum pernah melihat gadis secantuk itu. Sayabersumpah tidak akan menikaha dengan siapapun kecuali dia. Ternyataperasaan saya tidak bertepuk sebelah tangan. Kisah cinta saya didengaroleh Fadhil. Fadhil membuat garis tegas, akhiri hubungan dengan anaktuan rumah itu atau sekalian lanjutkan dengan menikahinya. Saya memilihyang kedua.
Ketika saya menikahi Yasmin, banyak teman-teman yang memberi masukanbegini, sama-sama menikah dengan gadis Mesir, kenapa tidak mencarimahasiswi Al Azhar yang hafal Al Quran, salehah, dan berjilbab. Itulebih selamat dari pada dengan YAsmin yang awam pengetahuan agamanya.Tetpai saya tetap teguh untuk menikahinya. Dengan biaya yang tinggisaya berhasil menikahi YAsmin.Yasmin menuntut diberi sesuatu yang lebih dari gadis Mesir.
Perabot rumah yang mewah, menginap di hotel berbintang. Begituselesai S1 saya kembali ke Medan, saya minta agar asset yang di Mesirdijual untuk modal di Indonesia. KAmi langsung membeli rumah yang cukupmewah di kota Medan. Tahun-tahun pertama hidup kami berjalan baik,setiap tahunnya Yasmin mengajak ke Mesir menengok orang tuanya. Akumasih bisa memenuhi semua yang diinginkan YAsmin. Hidup terus berjalan,biaya hidup semakin nambah, anak kami yang ketiga lahir, tetapipemasukan tidak bertambah. Saya minta YAsmin untuk berhemat. Tidaksetiap tahun tetapi tiga tahun sekali YAsmin tidak bisa.
Aku mati-matian berbisnis, demi keinginan Yasmin dan anak-anak terpenuhi.Sawah terakhir milik Ayah saya jual untuk modal. Dalam diri saya mulaimuncul penyesalan. Setiap kali saya melihat teman-teman alumni Mesiryang hidup dengan tenang dan damai dengan istrinya. Bisa mengamalkanilmu dan bisa berdakwah dengan baik. Dicintai masyarakat. Saya tidakmendapatkan apa yang mereka dapatkan. Jika saya pengin rending, sayaharus ke warung. YAsmin tidak mau tahu dengan masakan Indonesia.
Kau tahu sendiri, gadis Mesir biasanya memanggil suaminya dengan namanya.Jika ada sedikit letupan, maka rumah seperti neraka. Puncak penderitaansaya dimulai setahun yang lalu. Usaha saya bangkrut, saya minta YAsminuntuk menjual perhiasannya, tetapi dia tidak mau. Dia malahmembandingkan dirinya yang hidup serba kurang dengan sepupunya.Sepupunya mendapat suami orang Mesir.
Saya menyesal meletakkan kecantikan diatas segalanya. Saya telahdiperbudak dengan kecantikannya. Mengetahui keadaan saya yang terjepit,ayah dan ibu mengalah. Mereka menjual rumah dan tanah, yang akhirnyamereka tinggal di ruko yang kecil dan sempit. Batin saya menangis.Mereka berharap modal itu cukup untuk merintis bisnis saya yangbangkrut. Bisnis saya mulai bangkit, Yasmin mulai berulah, dia mengajakke Mesir. Waktu di Mesir itulah puncak tragedy yang menyakitkan. " Akumenyesal menikah dengan orang Indonesia, aku minta kau ceraikan aku,aku tidak bisa bahagia kecuali dengan lelaki Mesir".Kata Yasmin yang bagaikan geledek menyambar. Lalu tanpa dosa diabercerita bahwa tadi di KBRI dia bertemu dengan temannya. Teman lamanyaitu sudah jadi bisnisman, dan istrinya sudah meninggal.
Yasmin diajak makan siang, dan dilanjutkan dengan perselingkuhan.Aku pukul dia karena tak bisa menahan diri. Atas tindakan itu sayadilaporkan ke polisi. Yang menyakitkan adalah tak satupun keluarganyayang membelaku.Rupanya selama ini Yasmin sering mengirim surat yang berisi berita bohong.Sejak saat itu saya mengalami depresi. Dua bulan yang lalu sayamendapat surat cerai dari Mesir sekaligus mendapat salinan surat nikahYasmin dengan temannya. Hati saya sangat sakit, ketika si sulungmenggigau meminta ibunya pulang".
Mendengar cerita Pak Qulyubi membuatku terisak-isak. Perjalananhidupnya menyadarkanku. Aku teringat Raihana. Perlahan wajahnyaterbayang dimataku, tak terasa sudah dua bualn aku berpisah dengannya.Tiba-tiba ada kerinduan yang menyelinap dihati. Dia istri yang sangatshalehah. Tidak pernah meminta apapun. Bahkan yang keluar adalahpengabdian dan pengorbanan. Hanya karena kemurahan Allah akumendapatkan istri seperti dia. Meskipun hatiku belum terbuka lebar,tetapi wajah Raihana telah menyala didindingnya. Apa yang sedangdilakukan Raihana sekarang? Bagaimana kandungannya? Sudah delapanbulan. Sebentar lagi melahirkan. Aku jadi teringat pesannya. Dia inginagar aku mencairkan tabungannya.
Pulang dari pelatihan, aku menyempatkan ke took baju muslim, akuingin membelikannya untuk Raihana, juga daster, dan pakaian bayi. Akuingin memberikan kejutan, agar dia tersenyum menyambut kedatanganku.Aku tidak langsung ke rumah mertua, tetapi ke kontrakan untuk mengambiluang tabungan, yang disimpan dibawah bantal. Dibawah kasur itukutemukan kertas Merah jambu. Hatiku berdesir, darahku terkesiap. Suratcinta siapa ini, rasanya aku belum pernah membuat surat cinta untukistriku. Jangan-jangan ini surat cinta istriku dengan lelaki lain.Gila! Jangan-jangan istriku serong. Dengan rasa takut kubaca surat itusatu persatu. Dan Rabbi�?�ternyata surat-surat itu adalah ungkapanhati Raihana yang selama ini aku zhalimi. Ia menulis, betapa iamati-matian mencintaiku, meredam rindunya akan belaianku. Ia menguatkandiri untuk menahan nestapa dan derita yang luar biasa. Hanya Allah lahtempat ia meratap melabuhkan dukanya. Dan ya .. Allah, ia tetap setia memanjatkan doa untuk kebaikan suaminya.Dan betapa dia ingin hadirnya cinta sejati dariku.
"Rabbi dengan penuh kesyukuran, hamba bersimpuh dihadapan-Mu. Lakalhamdu ya Rabb. Telah muliakan hamba dengan Al Quran. Kalaulah bukankarena karunia-Mu yang agung ini, niscaya hamba sudah terperosok kedalam jurang kenistaan. Ya Rabbi, curahkan tambahan kesabaran dalam diri hamba" tulis Raihana.
Dalam akhir tulisannya Raihana berdoa" Ya Allah inilah hamba-Mu yangkerdil penuh noda dan dosa kembali datang mengetuk pintumu, melabuhkanderita jiwa ini kehadirat-Mu. Ya Allah sudah tujuh bulan ini hamba-Muini hamil penuh derita dan kepayahan. Namun kenapa begitu tega suamihamba tak mempedulikanku dan menelantarkanku. Masih kurang apa rasacinta hamba padanya. Masih kurang apa kesetiaanku padanya. Masih kurangapa baktiku padanya? Ya Allah, jika memang masih ada yang kurang,ilhamkanlah pada hamba-Mu ini cara berakhlak yang lebih mulia lagi padasuamiku.
Ya Allah, dengan rahmatMu hamba mohon jangan murkai dia karena kelalaiannya.Cukup hamba saja yang menderita. Maafkanlah dia, dengan penuh cintahamba masih tetap menyayanginya. Ya Allah berilah hamba kekuatan untuktetap berbakti dan memuliakannya. Ya Allah, Engkau maha Tahu bahwahamba sangat mencintainya karena-Mu. Sampaikanlah rasa cinta inikepadanya dengan cara-Mu. Tegurlah dia dengan teguran-Mu. Ya Allahdengarkanlah doa hamba-Mu ini. Tiada Tuhan yang layak disembah kecualiEngkau, Maha Suci Engkau".
Tak terasa air mataku mengalir, dadaku terasa sesak oleh rasa haruyang luar biasa. Tangisku meledak. Dalam tangisku semua kebaikanRaihana terbayang. Wajahnya yang baby face dan teduh, pengorbanan danpengabdiannya yang tiada putusnya, suaranya yang lembut, tanganya yanghalus bersimpuh memeluk kakiku, semuanya terbayang mengalirkan perasaanharu dan cinta. Dalam keharuan terasa ada angina sejuk yang turun darilangit dan merasuk dalam jiwaku. Seketika itu pesona Cleopatra telahmemudar berganti cinta Raihana yang datang di hati. Rasa sayang dancinta pada Raihan tiba-tiba begitu kuat mengakar dalam hatiku. CahayaRaihana terus berkilat-kilat dimata. Aku tiba-tiba begitumerindukannya. Segera kukejar waktu untuk membagi Cintaku denganRaihana.
Kukebut kendaraanku. Kupacu kencang seiring dengan air mataku yangmenetes sepanjang jalan. Begitu sampai di halaman rumah mertua, nyaristangisku meledak. Kutahan dengan nafas panjang dan kuusap air mataku.Melihat kedatanganku, ibu mertuaku memelukku dan menangis tersedu-sedu. Aku jadi heran dan ikut menangis. " Mana Raihana Bu?". Ibu mertuahanya menangis dan menangis. Aku terus bertanya apa sebenarnya yangtelah terjadi.
" Raihanaï...istrimu. .istrimu dan anakmu yang dikandungnya" . " Adaapa dengan dia". " Dia telah tiada". " Ibu berkata apa!". " Istrimutelah meninggal seminggu yang lalu. Dia terjatuh di kamar mandi. Kamimembawanya ke rumah sakit. Dia dan bayinya tidak selamat. Sebelummeninggal, dia berpesan untuk memintakan maaf atas segala kekurangandan kekhilafannya selama menyertaimu.
Dia meminta maaf karena tidak bisa membuatmu bahagia. Dia memintamaaf telah dengan tidak sengaja membuatmu menderita. Dia minta kaumeridhionya" .Hatiku bergetar hebat. " kenapa ibu tidak memberi kabar padaku?". "
Ketika Raihana dibawa ke rumah sakit, aku telah mengutus seseoranguntuk menjemputmu di rumah kontrakan, tapi kamu tidak ada. Dihubungi kekampus katanya kamu sedang mengikuti pelatihan. Kami tidak inginmengganggumu. Apalagi Raihana berpesan agar kami tidak menggangguketenanganmu selama pelatihan. Dan ketika Raihana meninggal kami sangatsedih, Jadi Maafkanlah kami".
Aku menangis tersedu-sedu. Hatiku pilu. Jiwaku remuk. Ketika akumerasakan cinta Raihana, dia telah tiada. Ketika aku ingin menebusdosaku, dia telah meninggalkanku. Ketika aku ingin memuliakannya diatelah tiada. Dia telah meninggalkan aku tanpa memberi kesempatan padakuuntuk sekedar minta maaf dan tersenyum padanya. Tuhan telah menghukumkudengan penyesalan dan perasaan bersalah tiada terkira.
Ibu mertua mengajakku ke sebuah gundukan tanah yang masih barudikuburan pinggir desa. Diatas gundukan itu ada dua buah batu nisan.Nama dan hari wafat Raihana tertulis disana. Aku tak kuat menahan rasacinta, haru, rindu dan penyesalan yang luar biasa. Aku ingin Raihanahidup kembali. Dunia tiba-tiba gelap semua ........
Dalam pergulatan jiwa yang sulit berhari-hari, akhirnya aku pasrah.Aku menuruti keinginan ibu. Aku tak mau mengecewakan ibu. Aku inginmenjadi mentari pagi dihatinya, meskipun untuk itu aku harusmengorbankan diriku.
Dengan hati pahit kuserahkan semuanya bulat-bulat pada ibu. Meskipun sesungguhnya dalam hatiku timbul kecemasan-kecemasan yang datang begitusaja dan tidak tahu alasannya. Yang jelas aku sudah punya kriteria danimpian tersendiri untuk calon istriku. Aku tidak bisa berbuat apa-apaberhadapan dengan air mata ibu yang amat kucintai. Saat khitbah(lamaran) sekilas kutatap wajah Raihana, benar kata Aida adikku, iamemang baby face dan anggun.
Namun garis-garis kecantikan yang kuinginkan tak kutemukan sama sekali.Adikku, tante Lia mengakui Raihana cantik, "cantiknya alami, bisa jadibintang iklan Lux lho, asli ! kata tante Lia. Tapi penilaianku lain,mungkin karena aku begitu hanyut dengan gadis-gadis Mesir titisanCleopatra, yang tinggi semampai, wajahnya putih jelita, dengan hidungmelengkung indah, mata bulat bening khas arab, dan bibir yang merah. Dihari-hari menjelang pernikahanku, aku berusaha menumbuhkan bibit-bibitcintaku untuk calon istriku, tetapi usahaku selalu sia-sia.
Aku ingin memberontak pada ibuku, tetapi wajah teduhnyameluluhkanku. Hari pernikahan datang. Duduk dipelaminan bagai mayathidup, hati hampa tanpa cinta, Pestapun meriah dengan emapt grouprebana. Lantunan shalawat Nabipun terasa menusuk-nusuk hati. KulihatRaihana tersenyum manis, tetapi hatiku terasa teriris-iris dan jiwakumeronta. Satu-satunya harapanku adalah mendapat berkah dari Allah SWTatas baktiku pada ibuku yang kucintai.Rabbighfir li wa liwalidayya!
Layaknya pengantin baru, kupaksakan untuk mesra tapi bukan cinta,hanya sekedar karena aku seorang manusia yang terbiasa membacaayat-ayatNya.Raihana tersenyum mengembang, hatiku menangisi kebohonganku dankepura-puraanku. Tepat dua bulan Raihana kubawa ke kontrakan dipinggirkota Malang.
Mulailah kehidupan hampa. Aku tak menemukan adanya gairah. Betapasusah hidup berkeluarga tanpa cinta. Makan, minum, tidur, dan shalatbersama dengan makhluk yang bernama Raihana, istriku, tapi Masya Allahbibit cintaku belum juga tumbuh. Suaranya yang lembut terasa hambar,wajahnya yang teduh tetap terasa asing. Memasuki bulan keempat, rasamuak hidup bersama Raihana mulai kurasakan, rasa ini muncul begitusaja. Aku mencoba membuang jauh-jauh rasa tidak baik ini, apalagi padaistri sendiri yang seharusnya kusayang dan kucintai. Sikapku padaRaihana mulai lain. Aku lebih banyak diam, acuh tak acuh, agak sinis,dan tidur pun lebih banyak di ruang tamu atau ruang kerja.
Aku merasa hidupku ada lah sia-sia, belajar di luar negeri sia-sia, pernikahanku sia-sia, keberadaanku sia-sia.
Tidak hanya aku yang tersiksa, Raihanapun merasakan hal yang sama,karena ia orang yang berpendidikan, maka diapun tanya, tetapi kujawab "tidak apa-apa koq mbak, mungkin aku belum dewasa, mungkin masih harusbelajar berumah tangga" Ada kekagetan yang kutangkap diwajah Raihanaketika kupanggil 'mbak', " kenapa mas memanggilku mbak, aku kanistrimu, apa mas sudah tidak mencintaiku" tanyanya dengan guratan wajahyang sedih. "wallahu a'lam" jawabku sekenanya. Dengan mata berkaca-kacaRaihana diam menunduk, tak lama kemudian dia terisak-isak sambilmemeluk kakiku, "Kalau mas tidak mencintaiku, tidak menerimaku sebagaiistri kenapa mas ucapkan akad nikah?
Kalau dalam tingkahku melayani mas masih ada yang kurang berkenan,kenapa mas tidak bilang dan menegurnya, kenapa mas diam saja, aku harusbersikap bagaimana untuk membahagiakan mas, kumohon bukalah sedikithatimu untuk menjadi ruang bagi pengabdianku, bagi menyempurnakanibadahku didunia ini". Raihana mengiba penuh pasrah. Aku menangismenitikan air mata buka karena Raihana tetapi karena kepatunganku. Hariterus berjalan, tetapi komunikasi kami tidak berjalan. Kami hidupseperti orang asing tetapi Raihana tetap melayaniku menyiapkansegalanya untukku.
Suatu sore aku pulang mengajar dan kehujanan, sampai dirumah habismaghrib, bibirku pucat, perutku belum kemasukkan apa-apa kecualisegelas kopi buatan Raihana tadi pagi, Memang aku berangkat pagi karenaada janji dengan teman. Raihana memandangiku dengan khawatir. "Mastidak apa-apa" tanyanya dengan perasaan kuatir. "Mas mandi dengan airpanas saja, aku sedang menggodoknya, lima menit lagi mendidih"lanjutnya. Aku melepas semua pakaian yang basah. "Mas airnya sudahsiap" kata Raihana. Aku tak bicara sepatah katapun, aku langsung kekamar mandi, aku lupa membawa handuk, tetapi Raihana telah berdirididepan pintu membawa handuk. "Mas aku buatkan wedang jahe" Aku diamsaja. Aku merasa mulas dan mual dalam perutku tak bisa kutahan.
Dengan cepat aku berlari ke kamar mandi dan Raihana mengejarku danmemijit-mijit pundak dan tengkukku seperti yang dilakukan ibu. " Masmasuk angin. Biasanya kalau masuk angin diobati pakai apa, pakaibalsam, minyak putih, atau jamu?" Tanya Raihana sambil menuntunku kekamar. "Mas jangan diam saja dong, aku kan tidak tahu apa yang haruskulakukan untuk membantu Mas". " Biasanya dikerokin" jawabku lirih. "Kalau begitu kaos mas dilepas ya, biar Hana kerokin" sahut Raihanasambil tangannya melepas kaosku. Aku seperti anak kecil yang dimanjaibunya. Raihana dengan sabar mengerokin punggungku dengan sentuhantangannya yang halus. Setelah selesai dikerokin, Raihana membawakankusemangkok bubur kacang hijau. Setelah itu aku merebahkan diri di tempattidur. Kulihat Raihana duduk di kursi tak jauh dari tempat tidur sambilmenghafal Al Quran dengan khusyu. Aku kembali sedih dan ingin menangis,Raihana manis tapi tak semanis gadis-gadis mesir titisan Cleopatra.
Dalam tidur aku bermimpi bertemu dengan Cleopatra, ia mengundangkuuntuk makan malam di istananya." Aku punya keponakan namanya Mona Zaki,nanti akan aku perkenalkan denganmu" kata Ratu Cleopatra. " Diamemintaku untuk mencarikannya seorang pangeran, aku melihatmu cocok danberniat memperkenalkannya denganmu". Aku mempersiapkan segalanya. Tepatpuku 07.00 aku datang ke istana, kulihat Mona Zaki dengan pakaianpengantinnya, cantik sekali. Sang ratu mempersilakan aku duduk di kursiyang berhias berlian.
Aku melangkah maju, belum sempat duduk, tiba-tiba " Mas, bangun,sudah jam setengah empat, mas belum sholat Isya" kata Raihanamembangunkanku. Aku terbangun dengan perasaan kecewa. " Maafkan akuMas, membuat Mas kurang suka, tetapi Mas belum sholat Isya" lirih Hanasambil melepas mukenanya, mungkin dia baru selesai sholat malam.Meskipun cuman mimpi tapi itu indah sekali, tapi sayang terputus. Akujadi semakin tidak suka sama dia, dialah pemutus harapanku danmimpi-mimpiku. Tapi apakah dia bersalah, bukankah dia berbuat baikmembangunkanku untuk sholat Isya.
Selanjutnya aku merasa sulit hidup bersama Raihana, aku tidak tahudari mana sulitnya. Rasa tidak suka semakin menjadi-jadi. Akubenar-benar terpenjara dalam suasana konyol. Aku belum bisa menyukaiRaihana. Aku sendiri belum pernah jatuh cinta, entah kenapa bisadijajah pesona gadis-gadis titisan Cleopatra.
" Mas, nanti sore ada acara qiqah di rumah Yu Imah. Semua keluargaakan datang termasuk ibundamu. Kita diundang juga. Yuk, kita datangbareng, tidak enak kalau kita yang dieluk-elukan keluarga tidak datang"Suara lembut Raihana menyadarkan pengembaraanku pada Jaman Ibnu Hazm.Pelan-pelan ia letakkan nampan yang berisi onde-onde kesukaanku dansegelas wedang jahe.
Tangannya yang halus agak gemetar. Aku dingin-dingin saja. "Maaf..maaf jika mengganggu Mas, maafkan Hana," lirihnya, laluperlahan-lahan beranjak meninggalkan aku di ruang kerja. " Mbak! Ehmaaf, maksudku D..Din..Dinda Hana!, panggilku dengan suara parautercekak dalam tenggorokan. " Ya Mas!"sahut Hana langsung menghentikan langkahnya dan pelan-pelanmenghadapkan dirinya padaku. Ia berusaha untuk tersenyum, agaknya iabahagia dipanggil "dinda". " Matanya sedikit berbinar. "Te..terimakasih Di..dinda, kita berangkat bareng kesana, habis sholat dhuhur,insya Allah," ucapku sambil menatap wajah Hana dengan senyum yangkupaksakan.
Raihana menatapku dengan wajah sangat cerah, ada secercah senyumbersinar dibibirnya. " Terima kasih Mas, Ibu kita pasti senang, maupakai baju yang mana Mas, biar dinda siapkan? Atau biar dinda saja yangmemilihkan ya?".Hana begitu bahagia.
Perempuan berjilbab ini memang luar biasa, Ia tetap sabarmencurahkan bakti meskipun aku dingin dan acuh tak acuh padanya selamaini. Aku belum pernah melihatnya memasang wajah masam atau tidak sukapadaku. Kalau wajah sedihnya ya. Tapi wajah tidak sukanya belum pernah.Bah, lelaki macam apa aku ini, kutukku pada diriku sendiri. Akumemaki-maki diriku sendiri atas sikap dinginku selama ini., Tapi,setetes embun cinta yang kuharapkan membasahi hatiku tak juga turun.Kecantikan aura titisan Cleopatra itu? Bagaimana aku mengusirnya. Akumerasa menjadi orang yang paling membenci diriku sendiri di dunia ini.
Acara pengajian dan qiqah putra ketiga Fatimah kakak sulung Raihanamembawa sejarah baru lembaran pernikahan kami. Benar dugaan Raihana,kami dielu-elukan keluarga, disambut hangat, penuh cinta, dan penuhbangga. "
Selamat datang pengantin baru! Selamat datang pasangan yang palingideal dalam keluarga! Sambut Yu Imah disambut tepuk tangan bahagiamertua dan bundaku serta kerabat yang lain. Wajah Raihana cerah.Matanya berbinar-binar bahagia. Lain dengan aku, dalam hatiku menangisdisebut pasangan ideal.
Apanya yang ideal. Apa karena aku lulusan Mesir dan Raihana lulusanterbaik dikampusnya dan hafal Al Quran lantas disebut ideal? Idealbagiku adalah seperti Ibnu Hazm dan istrinya, saling memiliki rasacinta yang sampai pada pengorbanan satu sama lain. Rasa cinta yangtidak lagi memungkinkan adanya pengkhianatan. Rasa cinta yang daridetik ke detik meneteskan rasa bahagia.
Tapi diriku? Aku belum bisa memiliki cinta seperti yang dimiliki Raihana.Sambutan sanak saudara pada kami benar-benar hangat. Aku dibuat kagetoleh sikap Raihana yang begitu kuat menjaga kewibawaanku di matakeluarga. Pada ibuku dan semuanya tidak pernah diceritakan, kecualimenyanjung kebaikanku sebagai seorang suami yang dicintainya. Bahkan iamengaku bangga dan bahagia menjadi istriku. Aku sendiri dibuat pusingdengan sikapku. Lebih pusing lagi sikap ibuku dan mertuaku yangmenyindir tentang keturunan. " Sudah satu tahun putra sulungku menikah,koq belum ada tanda-tandanya ya, padahal aku ingin sekali menimangcucu" kata ibuku. " Insya Allah tak lama lagi, ibu akan menimang cucu,doakanlah kami. Bukankah begitu, Mas?" sahut Raihana sambil menyikutlenganku, aku tergagap dan mengangguk sekenanya.
Setelah peristiwa itu, aku mencoba bersikap bersahabat denganRaihana. Aku berpura-pura kembali mesra dengannya, sebagai suamibetulan. Jujur, aku hanya pura-pura. Sebab bukan atas dasar cinta, danbukan kehendakku sendiri aku melakukannya, ini semua demi ibuku. AllahMaha Kuasa. Kepura-puraanku memuliakan Raihana sebagai seorang istri.Raihana hamil. Ia semakin manis.
Keluarga bersuka cita semua. Namun hatiku menangis karena cinta takkunjung tiba. Tuhan kasihanilah hamba, datangkanlah cinta itu segera.Sejak itu aku semakin sedih sehingga Raihana yang sedang hamil tidakkuperhatikan lagi. Setiap saat nuraniku bertanya" Mana tanggungjawabmu!" Aku hanya diam dan mendesah sedih. " Entahlah, betapa sulitaku menemukan cinta" gumamku.
Dan akhirnya datanglah hari itu, usia kehamilan Raihana memasukibulan ke enam. Raihana minta ijin untuk tinggal bersama orang tuanyadengan alasan kesehatan. Kukabulkan permintaanya dan kuantarkan diakerumahnya. Karena rumah mertua jauh dari kampus tempat aku mengajar,mertuaku tak menaruh curiga ketika aku harus tetap tinggal dikontrakan.Ketika aku pamitan, Raihana berpesan, " Mas untuk menambah biayakelahiran anak kita, tolong nanti cairkan tabunganku yang ada di ATM.Aku taruh dibawah bantal, no.pinnya sama dengan tanggal pernikahankita".
Setelah Raihana tinggal bersama ibunya, aku sedikit lega. Setiaphari Aku tidak bertemu dengan orang yang membuatku tidak nyaman. Entahapa sebabnya bisa demikian. Hanya saja aku sedikit repot, harusmenyiapkan segalanya.Tapi toh bukan masalah bagiku, karena aku sudah terbiasa saat kuliah di Mesir.
Waktu terus berjalan, dan aku merasa enjoy tanpa Raihana. Suatu saataku pulang kehujanan. Sampai rumah hari sudah petang, aku merasatubuhku benar-benar lemas. Aku muntah-muntah, menggigil, kepala pusingdan perut mual. Saat itu terlintas dihati andaikan ada Raihana, diapasti telah menyiapkan air panas, bubur kacang hijau, membantumengobati masuk angin dengan mengeroki punggungku, lalu menyuruhkuistirahat dan menutupi tubuhku dengan selimut. Malam itu akubenar-benar tersiksa dan menderita. Aku terbangun jam enam pagi. Badansudah segar. Tapi ada penyesalan dalam hati, aku belum sholat Isya danterlambat sholat subuh. Baru sedikit terasa, andaikan ada Raihana tentuaku ngak meninggalkan sholat Isya, dan tidak terlambat sholat subuh.
Lintasan Raihana hilang seiring keberangkatan mengajar di kampus.Apalagi aku mendapat tugas dari universitas untuk mengikuti pelatihanmutu dosen mata kuliah bahasa arab. Diantaranya tutornya adalahprofessor bahasa arab dari Mesir. Aku jadi banyak berbincang denganbeliau tentang mesir. Dalam pelatihan aku juga berkenalan dengan PakQalyubi, seorang dosen bahasa arab dari Medan. Dia menempuh S1-nya diMesir. Dia menceritakan satu pengalaman hidup yang menurutnya pahit danterlanjur dijalani. "Apakah kamu sudah menikah?" kata Pak Qalyubi."Alhamdulillah, sudah" jawabku. " Dengan orang mana?. " Orang Jawa". "Pasti orang yang baik ya. Iya kan? Biasanya pulang dari Mesir banyaksaudara yang menawarkan untuk menikah dengan perempuan shalehah. Palingtidak santriwati, lulusan pesantren. Istrimu dari pesantren?". "Pernah,alhamdulillah dia sarjana dan hafal Al Quran". " Kau sangat beruntung,tidak sepertiku". " Kenapa dengan Bapak?" " Aku melakukan langkah yangsalah, seandainya aku tidak menikah dengan orang Mesir itu, tentubatinku tidak merana seperti sekarang". " Bagaimana itu bisa terjadi?"."
Kamu tentu tahu kan gadis Mesir itu cantik-cantik, dank arenaterpesona dengan kecantikanya saya menderita seperti ini. Ceritanyabegini, Saya seorang anak tunggal dari seorang yang kaya, sayaberangkat ke Mesir dengan biaya orang tua. Disana saya bersama kakakkelas namanya Fadhil, orang Medan juga. Seiring dengan berjalannyawaktu, tahun pertama saya lulus dengan predkat jayyid, predikat yangcukup sulit bagi pelajar dari Indonesia.
Demikian juga dengan tahun kedua. Karena prestasi saya, tuan rumahtempat saya tinggal menyukai saya. Saya dikenalkan dengan anak gadisnyayang bernama Yasmin. Dia tidak pakai jilbab. Pada pandangan pertamasaya jatuh cinta, saya belum pernah melihat gadis secantuk itu. Sayabersumpah tidak akan menikaha dengan siapapun kecuali dia. Ternyataperasaan saya tidak bertepuk sebelah tangan. Kisah cinta saya didengaroleh Fadhil. Fadhil membuat garis tegas, akhiri hubungan dengan anaktuan rumah itu atau sekalian lanjutkan dengan menikahinya. Saya memilihyang kedua.
Ketika saya menikahi Yasmin, banyak teman-teman yang memberi masukanbegini, sama-sama menikah dengan gadis Mesir, kenapa tidak mencarimahasiswi Al Azhar yang hafal Al Quran, salehah, dan berjilbab. Itulebih selamat dari pada dengan YAsmin yang awam pengetahuan agamanya.Tetpai saya tetap teguh untuk menikahinya. Dengan biaya yang tinggisaya berhasil menikahi YAsmin.Yasmin menuntut diberi sesuatu yang lebih dari gadis Mesir.
Perabot rumah yang mewah, menginap di hotel berbintang. Begituselesai S1 saya kembali ke Medan, saya minta agar asset yang di Mesirdijual untuk modal di Indonesia. KAmi langsung membeli rumah yang cukupmewah di kota Medan. Tahun-tahun pertama hidup kami berjalan baik,setiap tahunnya Yasmin mengajak ke Mesir menengok orang tuanya. Akumasih bisa memenuhi semua yang diinginkan YAsmin. Hidup terus berjalan,biaya hidup semakin nambah, anak kami yang ketiga lahir, tetapipemasukan tidak bertambah. Saya minta YAsmin untuk berhemat. Tidaksetiap tahun tetapi tiga tahun sekali YAsmin tidak bisa.
Aku mati-matian berbisnis, demi keinginan Yasmin dan anak-anak terpenuhi.Sawah terakhir milik Ayah saya jual untuk modal. Dalam diri saya mulaimuncul penyesalan. Setiap kali saya melihat teman-teman alumni Mesiryang hidup dengan tenang dan damai dengan istrinya. Bisa mengamalkanilmu dan bisa berdakwah dengan baik. Dicintai masyarakat. Saya tidakmendapatkan apa yang mereka dapatkan. Jika saya pengin rending, sayaharus ke warung. YAsmin tidak mau tahu dengan masakan Indonesia.
Kau tahu sendiri, gadis Mesir biasanya memanggil suaminya dengan namanya.Jika ada sedikit letupan, maka rumah seperti neraka. Puncak penderitaansaya dimulai setahun yang lalu. Usaha saya bangkrut, saya minta YAsminuntuk menjual perhiasannya, tetapi dia tidak mau. Dia malahmembandingkan dirinya yang hidup serba kurang dengan sepupunya.Sepupunya mendapat suami orang Mesir.
Saya menyesal meletakkan kecantikan diatas segalanya. Saya telahdiperbudak dengan kecantikannya. Mengetahui keadaan saya yang terjepit,ayah dan ibu mengalah. Mereka menjual rumah dan tanah, yang akhirnyamereka tinggal di ruko yang kecil dan sempit. Batin saya menangis.Mereka berharap modal itu cukup untuk merintis bisnis saya yangbangkrut. Bisnis saya mulai bangkit, Yasmin mulai berulah, dia mengajakke Mesir. Waktu di Mesir itulah puncak tragedy yang menyakitkan. " Akumenyesal menikah dengan orang Indonesia, aku minta kau ceraikan aku,aku tidak bisa bahagia kecuali dengan lelaki Mesir".Kata Yasmin yang bagaikan geledek menyambar. Lalu tanpa dosa diabercerita bahwa tadi di KBRI dia bertemu dengan temannya. Teman lamanyaitu sudah jadi bisnisman, dan istrinya sudah meninggal.
Yasmin diajak makan siang, dan dilanjutkan dengan perselingkuhan.Aku pukul dia karena tak bisa menahan diri. Atas tindakan itu sayadilaporkan ke polisi. Yang menyakitkan adalah tak satupun keluarganyayang membelaku.Rupanya selama ini Yasmin sering mengirim surat yang berisi berita bohong.Sejak saat itu saya mengalami depresi. Dua bulan yang lalu sayamendapat surat cerai dari Mesir sekaligus mendapat salinan surat nikahYasmin dengan temannya. Hati saya sangat sakit, ketika si sulungmenggigau meminta ibunya pulang".
Mendengar cerita Pak Qulyubi membuatku terisak-isak. Perjalananhidupnya menyadarkanku. Aku teringat Raihana. Perlahan wajahnyaterbayang dimataku, tak terasa sudah dua bualn aku berpisah dengannya.Tiba-tiba ada kerinduan yang menyelinap dihati. Dia istri yang sangatshalehah. Tidak pernah meminta apapun. Bahkan yang keluar adalahpengabdian dan pengorbanan. Hanya karena kemurahan Allah akumendapatkan istri seperti dia. Meskipun hatiku belum terbuka lebar,tetapi wajah Raihana telah menyala didindingnya. Apa yang sedangdilakukan Raihana sekarang? Bagaimana kandungannya? Sudah delapanbulan. Sebentar lagi melahirkan. Aku jadi teringat pesannya. Dia inginagar aku mencairkan tabungannya.
Pulang dari pelatihan, aku menyempatkan ke took baju muslim, akuingin membelikannya untuk Raihana, juga daster, dan pakaian bayi. Akuingin memberikan kejutan, agar dia tersenyum menyambut kedatanganku.Aku tidak langsung ke rumah mertua, tetapi ke kontrakan untuk mengambiluang tabungan, yang disimpan dibawah bantal. Dibawah kasur itukutemukan kertas Merah jambu. Hatiku berdesir, darahku terkesiap. Suratcinta siapa ini, rasanya aku belum pernah membuat surat cinta untukistriku. Jangan-jangan ini surat cinta istriku dengan lelaki lain.Gila! Jangan-jangan istriku serong. Dengan rasa takut kubaca surat itusatu persatu. Dan Rabbi�?�ternyata surat-surat itu adalah ungkapanhati Raihana yang selama ini aku zhalimi. Ia menulis, betapa iamati-matian mencintaiku, meredam rindunya akan belaianku. Ia menguatkandiri untuk menahan nestapa dan derita yang luar biasa. Hanya Allah lahtempat ia meratap melabuhkan dukanya. Dan ya .. Allah, ia tetap setia memanjatkan doa untuk kebaikan suaminya.Dan betapa dia ingin hadirnya cinta sejati dariku.
"Rabbi dengan penuh kesyukuran, hamba bersimpuh dihadapan-Mu. Lakalhamdu ya Rabb. Telah muliakan hamba dengan Al Quran. Kalaulah bukankarena karunia-Mu yang agung ini, niscaya hamba sudah terperosok kedalam jurang kenistaan. Ya Rabbi, curahkan tambahan kesabaran dalam diri hamba" tulis Raihana.
Dalam akhir tulisannya Raihana berdoa" Ya Allah inilah hamba-Mu yangkerdil penuh noda dan dosa kembali datang mengetuk pintumu, melabuhkanderita jiwa ini kehadirat-Mu. Ya Allah sudah tujuh bulan ini hamba-Muini hamil penuh derita dan kepayahan. Namun kenapa begitu tega suamihamba tak mempedulikanku dan menelantarkanku. Masih kurang apa rasacinta hamba padanya. Masih kurang apa kesetiaanku padanya. Masih kurangapa baktiku padanya? Ya Allah, jika memang masih ada yang kurang,ilhamkanlah pada hamba-Mu ini cara berakhlak yang lebih mulia lagi padasuamiku.
Ya Allah, dengan rahmatMu hamba mohon jangan murkai dia karena kelalaiannya.Cukup hamba saja yang menderita. Maafkanlah dia, dengan penuh cintahamba masih tetap menyayanginya. Ya Allah berilah hamba kekuatan untuktetap berbakti dan memuliakannya. Ya Allah, Engkau maha Tahu bahwahamba sangat mencintainya karena-Mu. Sampaikanlah rasa cinta inikepadanya dengan cara-Mu. Tegurlah dia dengan teguran-Mu. Ya Allahdengarkanlah doa hamba-Mu ini. Tiada Tuhan yang layak disembah kecualiEngkau, Maha Suci Engkau".
Tak terasa air mataku mengalir, dadaku terasa sesak oleh rasa haruyang luar biasa. Tangisku meledak. Dalam tangisku semua kebaikanRaihana terbayang. Wajahnya yang baby face dan teduh, pengorbanan danpengabdiannya yang tiada putusnya, suaranya yang lembut, tanganya yanghalus bersimpuh memeluk kakiku, semuanya terbayang mengalirkan perasaanharu dan cinta. Dalam keharuan terasa ada angina sejuk yang turun darilangit dan merasuk dalam jiwaku. Seketika itu pesona Cleopatra telahmemudar berganti cinta Raihana yang datang di hati. Rasa sayang dancinta pada Raihan tiba-tiba begitu kuat mengakar dalam hatiku. CahayaRaihana terus berkilat-kilat dimata. Aku tiba-tiba begitumerindukannya. Segera kukejar waktu untuk membagi Cintaku denganRaihana.
Kukebut kendaraanku. Kupacu kencang seiring dengan air mataku yangmenetes sepanjang jalan. Begitu sampai di halaman rumah mertua, nyaristangisku meledak. Kutahan dengan nafas panjang dan kuusap air mataku.Melihat kedatanganku, ibu mertuaku memelukku dan menangis tersedu-sedu. Aku jadi heran dan ikut menangis. " Mana Raihana Bu?". Ibu mertuahanya menangis dan menangis. Aku terus bertanya apa sebenarnya yangtelah terjadi.
" Raihanaï...istrimu. .istrimu dan anakmu yang dikandungnya" . " Adaapa dengan dia". " Dia telah tiada". " Ibu berkata apa!". " Istrimutelah meninggal seminggu yang lalu. Dia terjatuh di kamar mandi. Kamimembawanya ke rumah sakit. Dia dan bayinya tidak selamat. Sebelummeninggal, dia berpesan untuk memintakan maaf atas segala kekurangandan kekhilafannya selama menyertaimu.
Dia meminta maaf karena tidak bisa membuatmu bahagia. Dia memintamaaf telah dengan tidak sengaja membuatmu menderita. Dia minta kaumeridhionya" .Hatiku bergetar hebat. " kenapa ibu tidak memberi kabar padaku?". "
Ketika Raihana dibawa ke rumah sakit, aku telah mengutus seseoranguntuk menjemputmu di rumah kontrakan, tapi kamu tidak ada. Dihubungi kekampus katanya kamu sedang mengikuti pelatihan. Kami tidak inginmengganggumu. Apalagi Raihana berpesan agar kami tidak menggangguketenanganmu selama pelatihan. Dan ketika Raihana meninggal kami sangatsedih, Jadi Maafkanlah kami".
Aku menangis tersedu-sedu. Hatiku pilu. Jiwaku remuk. Ketika akumerasakan cinta Raihana, dia telah tiada. Ketika aku ingin menebusdosaku, dia telah meninggalkanku. Ketika aku ingin memuliakannya diatelah tiada. Dia telah meninggalkan aku tanpa memberi kesempatan padakuuntuk sekedar minta maaf dan tersenyum padanya. Tuhan telah menghukumkudengan penyesalan dan perasaan bersalah tiada terkira.
Ibu mertua mengajakku ke sebuah gundukan tanah yang masih barudikuburan pinggir desa. Diatas gundukan itu ada dua buah batu nisan.Nama dan hari wafat Raihana tertulis disana. Aku tak kuat menahan rasacinta, haru, rindu dan penyesalan yang luar biasa. Aku ingin Raihanahidup kembali. Dunia tiba-tiba gelap semua ........
Tidak ada komentar:
Posting Komentar